Dugaan Pungutan Liar di SMK N 1 Rawa Jitu Selatan: Sumbangan untuk Musholla atau Praktik Tak Terpuji?

ONENEWSLAMPUNG,Tulang Bawang, — SMK N 1 Rawa Jitu Selatan Kabupaten Tulang Bawang kini tengah menjadi sorotan setelah diduga melakukan pungutan liar terhadap siswa-siswi dengan dalih sumbangan pembangunan gedung ibadah. Informasi ini mencuat pada Selasa, 17 September 2024, saat kepala sekolah, yang berinisial R, memberikan penjelasan mengenai pengumpulan dana tersebut.

Kepala sekolah tersebut mengklaim bahwa sumbangan yang diminta, berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000 per siswa, bukanlah pungutan, melainkan kontribusi sukarela untuk membangun musholla di sekolah. Namun, pernyataan ini ditentang oleh sejumlah orang tua siswa. Seorang wali murid mengungkapkan, “Kami diminta membayar uang tarub sebesar Rp 500.000.” Ia menambahkan bahwa total SPP yang dibayarkan selama satu tahun mencapai Rp 2.400.000.

Lebih lanjut, ketika ditanyakan mengenai lokasi pembangunan musholla, salah satu guru berinisial D enggan memberikan informasi, dengan alasan bahwa bangunan tersebut belum dibangun. Hal ini menimbulkan kecurigaan mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana yang telah terkumpul.

Dalam konteks hukum, praktik ini dapat melanggar Pasal 23 Ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pungutan kepada peserta didik harus berdasarkan ketentuan yang jelas dan tidak boleh membebani orang tua siswa secara berlebihan. Selain itu, dapat juga melanggar Pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang mengharuskan adanya transparansi dalam pengumpulan dan penggunaan dana.

Dengan tidak adanya bangunan setelah lima bulan pemungutan dana, banyak pihak mempertanyakan keabsahan dan tujuan dari sumbangan yang diminta. Masyarakat berharap Dinas Pendidikan Provinsi Lampung segera menindaklanjuti dugaan pungutan liar ini dan melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan kejelasan serta keadilan bagi seluruh siswa dan orang tua.

Ketidakpastian ini menciptakan ketegangan di kalangan orang tua dan siswa, dan mendesak pihak berwenang untuk bertindak demi menciptakan lingkungan pendidikan yang transparan dan bebas dari praktik korupsi.

  1. (RED)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *