Pabrik Kapur di Desa Gebang 29 Tahun Tidak Berizin

Onenewslampung.com,Pesawaran—Kesungguhan jajaran aparatur pemerintahan di lingkaran Pemkab Pesawaran, Provinsi Lampung, dalam menegakkan aturan, memang masih sangat lemah. Meski hal itu menyangkut kepentingan masyarakat banyak.

Buktinya, sebuah pabrik kapur yang sejak tahun 1995 atau 29 tahun silam telah beroperasi dan hingga kini ditengarai tidak memiliki kelengkapan izin usaha resmi pun, hanya didiamkan.

Legalitas keberadaan pabrik kapur yang diketahui milik Sunarya dan beroperasi di Dusun Suka Agung RT 002 Desa Gebang, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, tersebut hanya berupa akte pendirian perusahaan. Itu pun baru disahkan pada 30 Desember 2020 lalu oleh notaris Agung Purnama, SH, MKn, dengan nama PT Berkah Mulya Jaya Lampung.

Hal ini dituturkan langsung oleh sang pemilik, Sunarya, Kamis (2/5/2025) siang, di lokasi pabriknya. Terang-terangan ia mengakui, hingga saat ini hanya mengantongi akte pendirian perusahaan saja.

Pengakuan bos pabrik kapur itu bila dikaitkan dengan Perda Kabupaten Pesawaran Nomor: 5 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka pabrik tersebut tidak termasuk wajib pajak. Karena hingga saat ini tidak jelas status perizinannya.

Terlepas dari persoalan perizinan yang dimiliki PT Berkah Mulya Jaya Lampung, yang pasti sejak puluhan tahun ini warga Dusun Suka Agung RT 002 Desa Gebang, Kecamatan Teluk Pandan, telah mengeluhkan adanya pabrik kapur yang beraktivitas di lingkungan perumahan warga tersebut.

Apa penyebabnya? Tidak lain asap pembakaran batu kapur dari perusahaan milik Sunarya itu telah mengganggu kesehatan pernafasan warga sekitar. Selain membuat lingkungan menjadi kotor. 

“Pabrik kapur itu ada di lingkungan warga, tidak ada tembok atau pagar pembatas. Sehingga warga merasakan benar dampaknya, yaitu debu dari pabrik kapur itu,” kata seorang warga setempat yang rumahnya cukup dekat dengan lokasi pabrik kapur, Kamis (2/5/2024) petang.

Bukan hanya ketidakpedulian pemilik perusahaan pabrik kapur atas kesehatan warga sekitar. 10 orang pekerjanya pun sama sekali tidak menggunakan sarana pengaman dari menghisap debu kapur dalam menjalankan pekerjaannya.

Warga ini mengaku, selama beroperasi sejak tahun 1995 silam sampai saat ini, perusahaan pabrik kapur milik Sunarya tersebut tidak pernah meminta persetujuan warga mengenai izin lingkungan.

“Soal izin lingkungan, sampai sekarang kami tidak pernah dimintai kesepakatan atau apa. Kontribusi kepada warga pun tidak pernah ada selama ini,” imbuhnya.

Mengenai sejauhmana perizinan yang dimiliki PT Berkah Mulya Jaya Lampung dengan usaha pabrik kapurnya yang berada di lingkungan perumahan warga, ia mengaku tidak mengetahui dengan persis.

“Sebaiknya kalau soal perizinan dan sebagainya itu, tanya saja langsung kepada kepala desa. Barangkali dia lebih tahu. Kalau kami yang warga sekitar pabrik, tidak ada yang tahu bagaimana status pabrik ini,” urai warga yang keberatan dituliskan namanya itu.

Lalu apa kata Kepala Desa Gebang, Kecamatan Teluk Pandan, Anik Rekayani? “Dari mulai saya menjabat, pabrik tersebut memang sudah ada. Dan soal ada izin lingkungan atau tidak dengan warga sekitar, saya tidak tahu persis,” kata dia dengan santainya.

Mengapa tidak mencari kepastian keabsahan usaha pabrik kapur tersebut? Ternyata, Anik Rekayani selaku Kepala Desa Gebang merasa ewuh pakewuh.

“Meskipun saya kepala desa, tapi mau menanyakan soal ini dan itu ke pabrik kapur tersebut, saya merasa tidak enak. Nanti dikira malah saya usil,” ucapnya seraya menegaskan, selama ia menjabat kepala Desa Gebang, PT Berkah Mulya Jaya Lampung milik Sunarya tidak pernah mengajukan permohonan izin usaha.

Seorang tokoh masyarakat Desa Gebang meminta Pemkab Pesawaran menurunkan tim khusus yang menangani penertiban perizinan usaha dan juga Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi warga sekitar lokasi pabrik.

“Jujur, kami yang tetua di desa ini sebenarnya sudah lama resah oleh pabrik kapur itu. Bukan soal perizinannya seperti apa, karena hal tersebut urusannya aparat pemerintahan. Tapi soal terganggunya kesehatan warga, yang membuat kami resah. Apalagi, pihak pabrik kesannya memang tidak menganggap warga sekitar,” kata tokoh masyarakat ini (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *