Onenewslampung, Tulang Bawang— MANTAN Wakil Bupati Tulang Bawang yang kini maju sebagai calon bupati dalam Pilkada 2024 dihadapkan pada sorotan tajam terkait kehidupan pribadinya yang menjadi konsumsi publik.
Beberapa tahun lalu, rumah tangganya sering menjadi buah bibir karena kisruh yang berulang kali mengganggu ketenangan warga Perumahan Kedaung Jaya Indah. Masalah ini tidak hanya sekadar perselisihan rumah tangga, tetapi sudah menjadi isu sosial yang mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.
Dalam masyarakat yang semakin kritis, integritas calon pemimpin diukur dari banyak sisi, termasuk cara mengelola kehidupan pribadi. Seorang pemimpin diharapkan bisa menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadinya dan tanggung jawab publiknya.
Apalagi, jabatan wakil bupati sebelumnya telah menempatkannya di bawah pengawasan publik yang lebih ketat. Seharusnya, jabatan itu menjadi motivasi untuk memberi contoh yang baik dan menjaga kehormatan, bukan justru memicu polemik yang menyedot perhatian masyarakat.
Beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa masalah pribadi tak seharusnya menjadi penentu kelayakan seseorang dalam politik. Namun, dalam kasus ini, masalah pribadi tersebut sudah berkembang menjadi isu sosial yang langsung memengaruhi kehidupan masyarakat.
Kita harus bertanya, bagaimana mungkin seorang calon pemimpin yang gagal menjaga ketenangan di lingkungan rumahnya dapat diandalkan untuk menjaga kestabilan di lingkungan yang lebih luas, yaitu daerah yang ingin dipimpinnya?
Selain itu, isu ini menyiratkan adanya krisis kepercayaan, baik antara dirinya dengan orang terdekatnya maupun dengan masyarakat yang pernah menjadi tetangganya. Seorang pemimpin tidak hanya harus tegas dalam keputusan politik, tetapi juga bertanggung jawab atas bagaimana ia mengelola persoalan dalam hidupnya.
Seperti kata pepatah, “Jangan tinggalkan api yang masih menyala di belakang rumah jika hendak memimpin sebuah kampung.” Dalam konteks ini, menyelesaikan dan menyikapi kisruh rumah tangga adalah bagian dari ujian integritasnya.
Partai Amanat Nasional (PAN), yang mengusungnya sebagai kandidat, juga berada di bawah sorotan publik. Partai tersebut mungkin perlu mempertimbangkan ulang dukungannya atau, setidaknya, meminta calon untuk menunjukkan komitmen nyata untuk memperbaiki reputasi.
Kepercayaan masyarakat terhadap partai tak hanya dilihat dari program politik yang mereka tawarkan, tetapi juga dari sosok calon yang mereka usung. Apabila partai tetap mendukung tanpa ada upaya konkret untuk merespons kekhawatiran publik, hal ini justru dapat menurunkan kredibilitas PAN di mata masyarakat.
Pemilihan kepala daerah bukan sekadar kontestasi untuk merebut kursi kekuasaan, melainkan momen bagi masyarakat untuk memilih sosok yang benar-benar dapat mereka percayai sebagai pengayom.
Jika calon bupati ini berkomitmen untuk menjadi pemimpin yang baik, ia seharusnya lebih dahulu membuka diri, menjelaskan kepada masyarakat tentang permasalahan ini, dan menunjukkan niat tulus untuk menyelesaikannya. Sikap transparan dan rasa tanggung jawab tersebut, setidaknya, bisa menjadi langkah pertama untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakat.
Pilkada 2024 harus menjadi momentum bagi masyarakat Tulang Bawang untuk tidak hanya memilih calon berdasarkan popularitas atau pengaruh partai, melainkan atas dasar rekam jejak dan ketulusan mereka dalam memimpin.
Di tengah persaingan politik yang ketat, penting bagi kita untuk mengingat bahwa seorang pemimpin tidak hanya dituntut cakap dalam administrasi dan pengambilan kebijakan, tetapi juga harus mampu menjadi teladan yang baik, baik di depan umum maupun di balik pintu rumahnya.
(**)